Caving

Senin, 26 Maret 2012

Bunga Bank Dalam Islam

A.Pendahuluan
Permasalahan bunga bank sebenarnya telah tuntas sejak seperempat abad yang silam. Namun ternyata masih banyak umat Islam yang tidak menganggap bunga (interest) adalah riba yang diharamkan. Buktinya masih banyak umat Islam yang terlibat praktik ribawi, mereka masih menjadi nasabah bank konvensional. Di Indonesia saja misalnya, negara yang berpenduduk mayoritas muslim ini, seandainya seluruh umat Islam Indonesia tidak melakukan transaksi dengan bank-bank konvensional, akan banyak bank-bank konvensional yang gulung tikar. Tapi, ternyata bank konvensional tetap berjaya. Entah karena ketidaktahuan mereka, kurangnya informasi, atau mereka tahu tapi tak mau meninggalkannya.
Praktik bunga yang dilakukan oleh perbankan atau para rentenir hari ini ternyata telah dipraktekkan oleh bangsa Arab jahiliah. Bahkan jauh sebelum itu, orang-orang Yahudi juga telah mempraktikkannya. Mereka telah terbiasa memberikan pinjaman dan menerima riba (bunga) setiap bulannya. Inilah riba yang dimaksud oleh Al-Qur’an. Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa bunga (interest) bukan riba.

B.Permasalahan
1.Apa pengertian bunga bank ?
2.Bagaimana pandangan Islam terhadap bunga bank ?
3.Bagaimana solusi yang ditawarkan Islam mengenai bunga bank ?

C.Pembahasan
1.Pengertian Bunga Bank
Secara leksikal bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Sedangkan secara istilah bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan.
Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2.Bunga Bank dan Riba
Pemikiran mengenai konsep lembaga keuangan syariah sebenarnya bermula dari pandangan tentang adanya kesamaan praktik bunga dengan riba yang diharamkan dalam al-Qur’an. Kesamaan ini sulit dibantah, apalagi secara nyata aplikasi sistem bunga pada perbankan lebih banyak dirasakan madharatnya dari pada manfaatnya, diantaranya :
 Mengakumulasi dana untuk keuntungannya sendiri.
 Bunga adalah konsep biaya yang digeserkan kepada penanggung berikutnya.
 Menyalurkan hanya kepada mereka yang mampu.
 Penanggung akhir adalah masyarakat.
 Memandulkan kebijakan stabilitas dan investasi.
 Terjadinya kesenjangan yang tidak ada habisnya.
Batasan riba yang diharamkan oleh al-Qur’an sebenarnya tidak memerlukan penjelasan yang rumit. Karena, tidak mungkin Allah mengharamkan sesuatu bagi manusia, apalagi mengancam pelakunya dengan siksa yang paling pedih, sementara bagi mereka sendiri tidak jelas apa yang dilarang itu. Padahal Allah telah berfirman :

Artinya : “Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Q.S Al-Baqarah : 275)

Ayat ini tidak mendefenisikan lagi kata riba mengingat sudah lazim dikenal secara umum. Riba sebagai suatu bentuk transaksi telah dikenal oleh bangsa Arab sejak masa jahiliyah, dan juga dikenal oleh non Arab. Bangsa Yahudi telah mempraktikkan riba jauh sebelum itu, sampai-sampai perbuatan tersebut diinventarisasi oleh Al-Qur’an dalam kumpulan catatan kriminal mereka :

Artinya : “….Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya.…” (QS. An-Nisa’: 161).

Rasulullah juga melarang, dengan menggunakan kata-kata yang sangat terang, bukan saja mereka yang mengambil riba, tetapi juga yang memberikan riba dan juga para penulis yang mencatat transaksi atau para saksinya. “Dari Jabir r.a, Rasulullah saw. bersabda, ‘Terkutuklah orang yang menerima dan membayar riba, orang yang menulisnya, dan dua orang saksi yang menyaksikan transaksi itu.’ Beliau lalu bersabda, ‘Mereka semua sama (dalam berbuat dosa).” (H. R Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).

3. Bunga Bank dalam Islam
Banyak pendapat dan tanggapan di kalangan para ulama ahli fikih klasik maupun kontemporer tentang apakah bunga bank sama dengan riba atau tidak.
a. Pendapat yang Mengatakan Diperbolehkannya Bunga Bank
Pendapat atau fatwa yang dikeluarkan oleh Imam Akbar Syekh mahmud Syaltut adalah “pinjaman berbunga dibolehkan bila sangat dibutuhkan”. Namun terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai dibolehkannya bunga ini, yaitu :
 Dalam keadaan darurat bunga halal hukumnya.
 Hanya kredit yang bersifat komsumtif saja yang pengambilannya dilarang, adapun yang produktif tidak demikian.
 Bunga diberikan sebagai ganti rugi atas hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan dana tersebut.
 Uang dianggap sebagaimana barang lainnya sehingga dapat disewakan atau diampil upah atas penggunaannya.
Sedangkan menurut Fazlur Rahman dikatakan bahwa pelarangan bunga hanya berlaku pada suku bunga yang sangat tinggi dan tidak pada semua bentuk bunga. Hal ini didasarkan pada surat Ali Imran ayat 130 :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda….” (QS. Ali Imran: 130).

b. Pendapat yang Mengatakan Diharamkannya Bunga Bank
Sebagian besar ulama’ mengatakan bahwa semua jenis bunga adalah termasuk riba dimana bunga termasuk pada riba nasiah (riba yang disebabkan hutang), sedangkan riba jelas dilarang dalam Islam.
Kesamaan antara praktik bunga bank dan riba sulit dibantah, apalagi secara nyata aplikasi sistem bunga pada perbankan lebih banyak dirasakan mudharatnya dari pada manfaatnya. Kemadharatan sistem bunga sehingga dikategorikan sebagai riba, karena ada unsur yang dilarang menurut agama atau menyebabkan kesengsaraan ekonomi bagi pihak yang melakukan peminjaman dengan bunga. Sedangkan menurut Razi, ada beberapa alasan mengenai diharamkannya riba, yaitu :
 Perampasan hak milik orang lain tanpa ada nilai imbangan.
 Menghalangi orang dari keikutsertaan dalam profesi-profesi aktif.
 Hanya memperkaya orang yang sudah kaya, sedangkan yang miskin semakin miskin.

4. Solusi Islam
Kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak yang ditimbulkannya. Dengan melarang riba, Islam berusaha membangun sebuah masyarakat yang berdasarkan kejujuran dan keadilan. Suatu pinjaman memberikan kepada si pemberi pinjaman suatu keuntungan yang pasti, tanpa peduli dengan hasil usaha si peminjam. Jauh lebih adil jika sama-sama menanggung keuntungan dan kerugian. Keadilan dalam konteks ini meliputi dua hal. Pemodal berhak mendapatkan imbalan, tetapi imbalan ini harus sepadan dengan risiko dan usah yang dibutuhkan, dan dengan demikian ditentukan oleh keuntungan dari proyek yang dimodalinya. Jadi yang dilarang dalam Islam adalah penentuan keuntungan sebelumnya. Dalam Islam, pemilik modal dapat secara sah mendapatkan bagian dari keuntungan yang dihasilkan oleh pelaksana usaha.
Dengan dilarangnya penggunaan suku bunga dalam transaksi keuangan, bank-bank Islam diharapkan untuk menjalankan operasi hanya berdasarkan pola bagi untung dan bagi rugi atau yang lebih dikenal dengan Profit Loss Sharing (PLS). adapun perbedaan antara bunga bank dan PLS atau bagi hasil adalah sebagai berikut :

No
Bunga Bank
Bagi Hasil
1.
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung
Penentuan besar rasio/nisab dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada untung rugi
2.
Besarnya prosentase bedasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Besarnya rasio bagi hasil bedasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang akan dijalankan. Bila usaha merugi, karugian akan ditanggung bersama oleh kedua pihak
4.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
5.
Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk Islam
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

D. Simpulan
Bunga bank adalah tambahan biaya yang harus dibayarkan oleh nasabah bank atas modal yang telah dipinjamkan oleh bank kepada nasabah.
Menurut pandangan Islam, bunga bank sama dengan riba. Jadi islam mengharamkan bunga bank. Namun terdapat ulama yang memperbolehkan untuk meminjam dana kepada lembaga yang mempraktekan bunga jika memang dalam keadaan darurat.
Dengan dilarangnya penggunaan suku bunga dalam transaksi keuangan, bank-bank Islam diharapkan untuk menjalankan operasi hanya berdasarkan pola Profit Loss Sharing (PLS).

E. Referensi
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Ekonosia, Yogyakarta, 2003
Mervvyn Lewis dan Latifa Algoud, Perbankan Syariah, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2001
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2002